Page

Tuesday, February 5, 2008

Peran Internal Auditor Terhadap Terjadinya Fraud Pada Korporasi

Peran Internal Auditor Terhadap Terjadinya Fraud Pada Korporasi
Oleh: Nurharyanto

Pendahuluan
Tidak ada organisasi yang terbebas dari fraud, karena pada akhirnya pemasalahan harus kembali berkutat ke masalah manusia. “The man behind the gun”. Apapun aturan dan prosedur diciptakan, sangat dipengaruhi oleh manusia yang memegang kuasa untuk menjalankannya, karena tidak semua orang jujur dan berintegritas tinggi. Fraud yang terjadi dilingkungan korporasi dipengaruhi 3 unsur faktor pendorong fraud yaitu: motivasi, kesempatan dan rasionalisasi atau pembenaran. Dari ketiga unsur tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan hanya satu faktor saja, yaitu faktor kesempatan.
Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir peran internal auditor telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan, dan akan terus berkembang untuk mengakomodasi perubahan lingkungan bisnis secara berkesinambungan, dan semakin kompleks. Internal auditor saat ini menjalankan penugasan audit pada semua tingkatan atas perintah dewan direksi maupun komite audit. Lembaga internal audit saat ini juga telah dijadikan tempat magang (merupakan wadah pelatihan) jabatan manajerial bagi mereka yang akan menduduki posisi manajemen kunci, termasuk untuk menjadi anggota komite audit; namun demikian tanggungjawab utama internal auditor adalah membantu manajemen pada semua tingkatan untuk memenuhi tanggungjawab mereka atas;
1) Menilai efisiensi dan efektivitas dan ke-ekonomisan kinerja manajemen
2) Memberikan saran yang konstruktif untuk meningkatkan kinerja
3) Memonitor kualitas, intergritas dan keandalan proses pelaporan transaksi keuangan.
Bab ini akan membahas mengenai peran internal auditor dalam corporate governance, proses pelaporan transaksi keuangan, struktur pengendalian intern, pencegahan, pendeteksian dan perbaikan atas terjadinya kecurangan (fraud) di lingkungan organisasi/ perusahaan.

Internal Auditor dan Corporate Governance
Tanggungjawab internal auditor dalam pencegahan, pendeteksian dan menginvestigasi perbuatan fraud masih menjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam profesi audit, khususnya pada lembaga audit internal. Namun demikian tidak bisa dibantah bahwa internal auditor memegang peranan penting dalam mendukung penerapan good corporate governance. Keterlibatan internal auditor dengan aktivitas operasional sehari-hari termasuk keterlibatan dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala dan menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki risiko tinggi. Efektivitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi fraud sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang dimiliki dan mekanisme pelaporan hasil investigasi fraud yang dapat dijalankannya, karena belum semua jajaran direksi mau memberikan kewenangan penuh dalam proses pencegahan, pendeteksian dan investigasi fraud pada internal auditor.
Standar Profesi Audit Internal (1210.2) menyatakan bahwa internal audit harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.
Sejalan dengan itu penyataan standar internal audit (SIAS) No.3, internal audit diwajibkan untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya ketidakwajaran penyajian, kesalahan, penyimpangan, kecurangan, inefficiency, konflik kepentingan dan ketidak efektifan pada suatu aktivitas perusahaan, pada saat pelaksanaan audit. Internal auditor juga diminta untuk menginformasikan kepada pejabat yang berwenang dalam hal diduga telah terjadi penyimpangan, dan menindaklanjutinya untuk meyakinkan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk memperbaiki masalah yang ada.

Peran Internal Auditor Dalam Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
W. Steve Albrecht dalam bukunya Fraud Examination (2003); menjelaskan bahwa terdapat 4 pilar utama dalam memerangi fraud yaitu:
1. Pencegahan fraud (fraud prevention)
2. Pendeteksian dini fraud (early fraud detection)
3. Investigasi fraud (fraud investigation)
4. Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up legal action)
Berdasarkan 4 pilar utama dalam rangka memerangi fraud tersebut, peran penting dari internal auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan fraud khususnya mencakup :
Preventing Fraud (mencegah fraud)
Detecting Fraud (mendeteksi fraud)
Investigating Fraud (melakukan investigasi fraud)
Secara garis besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan tanggung jawab manajemen, akan tetapi internal auditor diharapkan dapat melakukan tiga hal tersebut di atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dalam perkembangannya penugasan dalam memerangi fraud saat ini telah mengarah pada profesi tersendiri, seperti Certified Fraud Examiners (CFE) ataupun akuntan forensik.
Dalam menjalankan tugas auditnya, internal auditor harus waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan adanya peluang atau kemungkinan terjadinya fraud. Dalam kenyataannya, kewaspadaan dan sifat skeptis yang pada tempatnya, mungkin merupakan dua ketrampilan yang penting bagi internal auditor. Penyelidikan yang kritis terhadap kemungkinan fraud, harus diikuti oleh penilaian terhadap pengendalian yang ada, praktik pengendalian dan seluruh lingkup pengendaliannya yang potensial. Untuk menyelidiki fraud yang terjadi dalam suatu perusahaan/organisasi, dibutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik kriminal.
Internal auditor harus bertindak secara pro-aktif dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud, khususnya keterlibatan secara aktif dalam struktur pengendalian intern perusahaan dan status organisasi. Berbeda dengan eksternal auditor, efektivitas internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi fraud seringkali terkendala oleh waktu dan besarnya biaya untuk menilai/menguji prosedur, kebijakan manajemen dan pengujian atas pengendalian. Internal auditor berada dalam posisi yang penting untuk memonitor secara terus menerus struktur pengendalian intern perusahaan melalui identifikasi dan investigasi tanda-tanda (red flags) fraud yang mengindikasikan terjadinya suatu fraud. Internal auditor berada pada posisi yang tepat untuk memahami seluruh aspek tentang struktur organisasi, tempat pelatihan yang tepat, pemahaman mereka terhadap sumberdaya manusia yang ada, sangat memahami kebijakan dan prosedur operasi, dan memahami kondisi bisnis dan lingkungan pengendalian intern yang memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menilai tanda-tanda (symptom ataupun red flag) kemungkinan terjadinya fraud.
Peranan internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi fraud diatur secara jelas dalam kewenangan pelaporan dan standar profesi. Komisi Treadway merekomendasikan bahwa internal auditor harus berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Demikian pula dalam Pernyataan Standar Internal Audit mensyaratkan bahwa internal auditor harus berperan aktif dalam mencegah dan mendeteksi fraud dengan mengidentifikasi tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraud, menginvestigasi gejala fraud dan melaporkan temuannya kepada komite audit atau kepada tingkat manajemen yang tepat.
Fraud biasanya tidak hanya dilakukan oleh karyawan pada tingkat bawah, tetapi juga dapat dilakukan oleh jajaran direksi (top manajemen) baik secara individual maupun bersama-sama (manajemen fraud) yang dalam cakupan penugasan audit mungkin diluar jangkauan kewenangan internal auditor. Pada dasarnya dalam menjalankan tugas audit regular, internal auditor perlu mewaspadai terjadinya fraud yang dapat mempengaruhi, kualitas, integritas dan keandalan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, internal auditor harus menginvestigasi secara menyeluruh kemungkinan terjadinya fraud dan mengkomunikasikan kepada komite audit terhadap adanya indikasi terjadinya fraud. Sehingga, hubungan kerjasama yang erat antara komite audit dengan fungsi audit internal, khususnya melalui pertemuan-pertemuan antara ketua komite audit dengan kepala SPI, akan dapat meningkatkan kualitas hasil kerja internal auditor dan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud.
Hubungan kerjasama antara internal auditor dengan eksternal auditor dapat membawa keterlibatan internal auditor dalam proses penilaian terhadap (kemungkinan) terjadinya fraud pada area peran internal auditor yang sangat terbatas. misalnya pada level terjadinya fraud yang melibatkan manajemen lini menengah dan atas (middle/top management). Sehingga secara tidak langsung internal auditor akan lebih mampu berperan dalam memantau kemungkinan terjadinya fraud pada level pembuat kebijakan. Situasi demikian ini akan memberikan peluang bagi internal auditor untuk berperan aktif dalam pengujian integritas, kualitas dan keandalan proses pembuatan hingga impelmentasi kebijakan yang dilakukan oleh top manajemen. Bahkan dalam laporannya pada tahun 1999, COSO mendorong agar internal auditor mampu dan dapat berperan secara aktif dalam menilai kualitas, keandalan dan integritas manajemen puncak dalam pembuatan dan implementasi kebijakan agar terbebas dari unsur perbuatan fraud.

Tanggungjawab Internal Auditor Dalam Pencegahan Fraud.
Pernyataan standar internal auditing (SIAS) No.3 juga menguraikan mengenai tanggungjawab internal auditor untuk pencegahan fraud adalah; “memeriksa dan menilai kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, berkaitan dengana pengungkapan risiko potensial pada berbagai bentuk kegiatan/operasi organisasi” Menurut SIAS No.3 internal auditor harus mengidentifikasi indikator-indikator fraud, dan jika diperlukan, ditingkatkan dengan pelaksanaan investigasi untuk membuktikan apakah fraud benar-benar terjadi.
SIAS No.3 memberikan pedoman berkaitan dengan tanggungjawab internal auditor untuk pencegahan, pendeteksian, investigasi dan pelaporan fraud. Jadi, standar ini secara jelas mengemukakan bahwa pencegahan fraud adalah tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian internal auditor harus menilai kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut. Berkaitan dengan pendeteksian fraud, SIAS No.3 masih belum tegas mengenai tanggungjawab internal auditor. Sementara dipihak lain, adanya penegasan bahwa internal auditor harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang fraud untuk dapat mengidentifikasi gejala fraud dan menetapkan prosedur audit untuk menemukan terjadinya fraud. Hal demikian seolah-olah mengindikasikan bahwa;
Internal auditor tidak diharapkan memiliki pengetahuan yang setara dengan mereka yang memiliki tanggungjawab utama mendeteksi dan menginvestigasi fraud.
Prosedur audit rutin yang diterapkan oleh internal auditor tidak dirancang untuk mengungkapkan terjadinya fraud.
SIAS No.3 merekomendasikan agar investigasi fraud dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari internal auditor, bagian hukum, investigator, petugas security dan ahli-ahli lainnya baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Tanggungjawab internal auditor berkaitan dengan investigasi fraud adalah:
· Menetapkan apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif untuk mengungkap terjadinya fraud
· Merancang suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah terulangnya kembali terjadinya fraud atau penyimpangan.
· Mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi fraud yang sering terjadi.
SIAS No.3 menjelaskan tanggungjawab internal auditor dalam mendeteksi fraud mencakup; Pertama, internal auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas fraud agar dapat mengidentifikasi kondisi yang menunjukkan tanda-tanda fraud yang mungkin akan terjadi. Kedua, internal auditor harus mempelajari dan menilai struktur perusahaan untuk mengidentifikasi timbulnya kesempatan, seperti kurangnya perhatian dan efektivitas terhadap sistem pengendalian intern yang ada.

Kemampuan Internal Auditor dalam Mendeteksi Fraud
Untuk mempercepat tujuan-tujuannya, seorang internal auditor dalam kaitannya dengan pendeteksian fraud yang efektif, harus mampu melakukan antara lain hal-hal berikut :
Mengkaji sistem pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan kelemahannya.
Mengidentifikasi potensi fraud berdasarkan kelemahan yang ada pada sistem pengendalian intern.
Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi- transaksi diluar kewajaran (non prosedural).
Membedakan faktor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang bersifat fraud.
Berhati-hati terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen.
Dapat menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian karena fraud, untuk tujuan penuntutan pengadilan (litigasi), penyelesaian secara perdata, dan penjatuhan sanksi internal (skorsing,hingga pemutusan hubungan kerja).
Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumen yang mendukung transaksi fraud.
Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute).
Mereviu dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan.
Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang pencegahan dan pendeteksian fraud.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keahlian seorang internal auditor dalam pengungkapan terjadinya fraud, harus memiliki kemampuan mirip dengan yang dimiliki seorang penyidik kriminal dan keberadaan keduanya adalah untuk mencari kebenaran melalui pengungkapan bukti pendukung perbuatan fraud-nya. Dalam pengungkapan fraud seorang internal auditor harus mempunyai rasa ingin tahu dan suka akan tantangan pada hal-hal yang muncul secara tidak lazim. Dengan kata lain ingin tahu pada hal-hal yang bertentangan dengan logika atau apa yang diharapkan secara wajar.
Di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut tentang dua peran inetrnal auditor dalam preventing dan detecting, sedangkan peran ketiga yaitu investigating berkaitan dengan peran akuntan forensik diuraikan dalam pembahasan tersendiri.
Terjadinya tindakan fraud tidak lepas dari berbagai faktor baik intern maupun ekstern. Disamping itu dalam upaya menemukan dan mengungkap penyimpanan yang mengarah pada terjadinya perbuatan fraud, internal auditor tidak harus mencari penyelesaian yang kompleks. Pengungkapan fraud dapat dimulai dengan mengidentifikasi dan mencari jawaban/penyelesaian yang paling sederhana.
Beberapa teknik pencegahan fraud dapat diuraikan sebagai berikut:
Kebijakan
Kebijakan suatu unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk menghadapi tindakan-tindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Dalam upaya pencegahan fraud, seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama terhadap pencegahan fraud dan penyimpangan (irregularities). Dengan demikian, kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik.
Prosedur
Pada dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan suatu instansi/ organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur tertulis sebagai media pendukung. Jumlah dan isi prosedur organisasi sangat bervariasi, tetapi secara umum harus memuat :
a. Adanya pengendalian intern yang antara lain terdapat pemisahan fungsi sehingga tercipta kondisi saling cek antar fungsi tersebut.
b. Adanya sistem reviu dan sistem operasi yang memadai bagi sistem terkomputerisasi, sehingga memungkinkan komputer tersebut untuk mendeteksi fraud secara otomatis.
Hal-hal yang dapat menunjang terciptanya sistem tersebut adalah:
§ Desain sistem harus mencakup kontrol yang memadai.
§ Harus ada prinsip-prinsip pemisahan fungsi.
§ Ada screening (penelitian khusus) terhadap komputer dan karyawan pada saat rekrutmen dan pelatihan.
§ Adanya pengendalian atas akses dalam komputer maupun data.
c. Adanya prosedur yang efektif dalam mendeteksi fraud dan untuk itu perlu diperhatikan:
§ Prosedur yang memadai untuk melaporkan fraud yang ditemukan.
§ Prosedur yang memadai untuk mendeposisikan setiap individu yang terlibat fraud.
Dengan memproses dan menindak setiap individu yang terlibat fraud secara cepat dan konsisten, maka akan menjadi faktor penangkal (deterence) yang efektif bagi individu lainnya. Sebaliknya jika terhadap individu yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi/hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka akan mendorong individu lain untuk melakukan fraud.
Organisasi
Auditor internal harus diberi/mempunyai tanggung jawab yang setara dengan jajaran eksekutif. Mungkin dapat merupakan bagian dari functional outline atau job description dari masing-masing eksekutif, dan mungkin juga merupakan bagian dari kebijakan manajemen. Disamping itu juga perlu didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya audit committee yang independen merupakan suatu nilai plus.
2. Agar efektif, audit internal harus mempunyai akses ke audit committee maupun manajemen puncak. Walaupun pimpinan auditor internal tidak melapor ke senior manajemen puncak, akan tetapi untuk hal-hal yang sifatnya khusus, ia harus dapat langsung akses ke pimpinan yang lebih tinggi.
Teknik Pengendalian
Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya menimbulkan kerugian finansial bagi organisasi.
Teknik-teknik pengendalian dan teknik audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan kerugian finansial dan fraud.
§ Pembagian tugas yang jelas, sehingga tidak ada satu orang pun yang menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi.
§ Pengawasan memadai.
§ Kontrol yang memadai terhadap akses ke terminal komputer, terhadap data yang ditolak dalam pemrosesan, maupun terhadap program- program serta media pendukung lainnya.
Adanya manual pengendalian terhadap file-file yang dipergunakan dalam pemrosesan komputer ataupun pembuangan file (disposal) yang sudah tidak terpakai.
Peran serta Pegawai
Kerugian dan fraud dapat dicegah apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman dan mempunyai “SILA” (Suspicious, Inquisitive, Logical dan Analytical mind), sehingga mereka peka terhadap sinyal–sinyal fraud.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menumbuh kembangkan “SILA” adalah:
§ Kualifikasi calon pegawai harus mendapat perhatian khusus, bila dimungkinkan, menggunakan referensi dari pihak-pihak yang pernah bekerja sama dengan mereka.
§ Implementasikan prosedur grievance yang efektif, sehingga para pegawai yang discontented mempunyai jalur untuk mengajukan protes/ketidakpuasannya. Dengan demikian, para karyawan merasa diperhatikan dan mengurangi kecenderungan mereka untuk berkonfrontansi dengan organisasi.
§ Setiap pegawai harus selalu diingatkan dan didorong untuk melaporkan segala transaksi atau kegiatan pegawai lainnya yang mencurigakan. Rasa curiga yang beralasan dan dapat dipertanggung jawabkan harus ditumbuhkan. Untuk itu perlu dijaga kerahasiaan sumber-sumber/orang yang melapor. Dari pengalaman yang ada terlihat bahwa fraud biasanya diketahui berdasarkan laporan informal dan kecurigaan dari sesama kolega.
§ Para karyawan hendaknya tidak diperkenankan untuk lembur secara rutin tanpa pengawasan yang memadai. Suatu survey yang dilakukan oleh ACFE tahun 2004 menunjukkan bahwa pada beberapa perusahaan Amerika Serikat, lembur dianggap sebagai indikasi ketidakefisienan kerja, yang direkomendasikan untuk dikurangi/dihindarkan. Dengan penjadwalan dan pembagian kerja yang baik, semua pekerjaan dapat diselesaikan pada jam-jam kerja.
Karyawan diwajibkan cuti tahunan setiap tahun. Biasanya si pelaku fraud memanipulasi sistem tertentu untuk menutupi perbuatannya. Hal ini dapat terungkap pada saat yang bersangkutan mengambil cuti tahunannya, dan tugas-tugasnya diambil alih oleh karyawan lain. Bila dimungkinkan, lakukan rotasi pegawai secara periodik untuk tujuan yang sama

Pendeteksian Fraud
Langkah penting yang harus dilakukan oleh internal auditor untuk mengetahui ada / tidaknya fraud adalah dengan jalan mendeteksinya.
Tujuan
Deteksi fraud adalah suatu persoalan untuk mengetahui :
Bahwa tindakan fraud telah terjadi (ada).
Apakah organisasi/perusahaan menjadi korban atau sebagai pelaku fraud.
Adanya kelemahan dalam pengendalian intern serta moral pelaku yang menjadi penyebab terjadinya fraud
Adanya kondisi lingkungan di organisasi/ perusahaan yang menyebabkan terjadinya fraud.
Bahwa kunci dalam pelaksanaan suatu fraud audit adalah untuk dapat melihat adanya suatu kesalahan dan ketidak beresan
Secara umum, pendeteksian fraud dapat dilakukan baik secara proaktif maupun reaktif, sebagai berikut :
Dengan penerapan pengendalian intern yang memadai yaitu adanya pemisahan tugas penyimpanan, otorisasi dan pencatatan.
Pelaksanaan audit finansial, operasional dan ketaatan.
Pengumpulan data intelijen terhadap gaya hidup dan kebiasaan pribadi pegawai.
Penerapan prinsip pengecualian (exception) di dalam pengendalian dan prosedur.
Pelaksanaan review terhadap penyimpangan (variances) dalam kinerja operasi (standar, tujuan, sasaran, anggaran, rencana).
Adanya pengaduan dan keluhan dari karyawan.
Intuisi atasan pegawai.
Adanya kecurigaan (suspicion).
Dari teknik-teknik deteksi yang ada, dapat dilakukan dengan teknik critical point of audit dan sensitivity analysis.
1. Critical Point Auditing
Critical point auditing adalah suatu teknik pendeteksian fraud melalui audit atas catatan pembukuan yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya fraud yang mengarahkan auditor untuk melakukan penyelidikan yang lebih rinci. Cara ini dapat digunakan pada setiap organisasi. Makin akurat dan komperehensif suatu catatan, makin efektif teknik ini dalam mengetahui/ mendeteksi gejala fraud.
Keberhasilan dalam mendeteksi fraud tergantung 3 (tiga) faktor yaitu:
§ Besarnya organisasi dan jumlah transaksi, catatan yang tersedia untuk audit
§ Jumlah item yang audit
§ Jumlah fraud yang terjadi
Cara pendekatan yang sering digunakan antara lain :
a. Analisis Trend
Pengujian ini terutama ditunjukkan untuk menilai kewajaran pembukuan dalam rekening buku besar dan menyangkut pola perbandingannya dengan data sejenis untuk periode sebelumnya (historical data). Perbandingan dengan data sejenis dari cabang perusahaan, maupun perbandingan dengan data periode sebelumnya berguna untuk :
§ Mendapatkan gejala manipulasi yang dilakukan oleh pihak intern perusahaan yang melakukan fraud.
§ Mendeteksi kemungkinan adanya fraud baru yang terjadi.
Pengamatan dan analisis lebih lanjut terhadap dampak atas fraud dengan mendasarkan pada rasio dan kinerja adalah hal yang sangat penting untuk mendeteksi fraud. Seorang pelaku fraud tidak dapat menjamin tingkat keteraturan perbuatannya. Pelaku tersebut mungkin cukup agresif, namun jika pengawasan ditingkatkan atau jika prosedur ataupun pengendalian intern yang lebih efektif diterapkan, maka mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengulangi perbuatannya. Paling tidak, mereka membutuhkan waktu untuk menciptakan bentuk fraud yang baru. Ketidakteraturan kesempatan akan menyebabkan ketidak konsistenan dalam melakukan fraud, sehingga dampak dari fraud akan nampak dalam pembukuan /akuntansinya atau meninggalkan jejak audit lainnya.
Pengujian Khusus
Pengujian khusus biasanya dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi terhadap fraud, antara lain:
§ Fraud pembelian pada umumnya dilakukan dengan cara meninggikan nilai yang terdapat dalam faktur atau pembelian fiktif.
§ Verifikasi buku besar, terutama rekening hutang yang muncul setelah penunjukan pejabat baru, khususnya yang menangani pembelian.
§ Tidak jarang pejabat baru memilih atau “membawa” supplier yang telah dikenalnya dan mengganti supplier yang selama ini banyak berhubungan dengan instansinya.
Fraud dalam penjualan dapat berupa penjualan fiktif, lapping dan lain-lain.
Job Sensitivity Analysis (Tehnik Analisis Kepekaan)
Setiap pekerjaan dalam suatu organisasi memiliki berbagai peluang/kesempatan terjadinya fraud. Hal ini tergantung beberapa faktor seperti akses, kemampuan, dan waktu yang tersedia untuk merencanakan dan melaksanakannya. Teknik analisis kepekaan pekerjaan (job sensitivity analysis) ini pada prinsipnya didasarkan pada analisis, jika seorang pegawai bekerja pada posisi tertentu, peluang/ tindakan negatif (fraud) apa saja yang dapat dilakukannya. Dengan kata lain, teknik ini merupakan analisis dengan memandang “pelaku potensial”. Sehingga pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya fraud dapat dilakukan misalnya dengan memperketat audit internal pada posisi-posisi yang rawan fraud.
Metode Pendekatan
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi semua posisi pekerjaan di dalam suatu instansi/organisasi yang rawan terhadap fraud. Untuk itu auditor harus mempelajari:
§ Struktur organisasi.
§ Uraian tugas masing-masing pejabat.
§ Manual akuntansi dan formulir-formulir.
§ Pendelegasian wewenang.
Langkah berikutnya adalah memperoleh spesifikasi pekerjaan pejabat/pegawai dan mencatat perbedaan antara akses yang diperbolehkan atas suatu rekening dan akses yang direncanakan. Misalnya, petugas bagian Pembelian/ Pengadaan tidak diperbolehkan memiliki akses atas catatan pembelian. Tetapi kalau dia memiliki ruang bersama-sama dengan pegawai bagian pembelian, adalah suatu hal yang tidak realistis bila menganggap bahwa petugas pembelian/ pengadaan tersebut tidak mungkin membaca, mengubah atau menyembunyikan catatan
Pengawasan Rutin
Sesuatu hal yang mudah bagi pencuri untuk beroperasi, bilamana manajer/pimpinan sibuk dengan tanggung jawab lain. Tingkat pengendalian yang dilakukan juga harus dipertimbangkan apabila bawahan lebih pandai dari atasannya, atau apabila atasan memiliki bawahan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda
Karakter Pribadi
Karakter pribadi pegawai harus dipertimbangkan. Gejala-gejala tersebut termasuk:
§ Kekayaan yang tidak dapat dijelaskan.
§ Pola hidup mewah.
§ Pegawai tidak puas (tidak naik pangkat).
§ Egois (mementingkan diri sendiri).
§ Sering mengabaikan instruksi/prosedur.
§ Ingin dianggap paling penting.
Meskipun ada pengecualian, indikasi di atas jangan diabaikan.
Tindak Lanjut
Hasil analisis akan menunjukkan jenis pekerjaan mana yang mempunyai risiko tinggi dan metode fraud yang bagaimana yang dapat dilakukan. Pengujian secara rinci harus dilakukan guna menentukan apakah kesempatan yang ada telah digunakan.
Auditor harus waspada terhadap situasi atau transaksi yang menunjukkan indikasi tindakan melawan hukum yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil audit. Kalau prosedur audit menunjukkan bahwa tindakan melawan hukum mungkin telah terjadi atau memang telah terjadi, auditor harus menentukan pengaruh tindakan tersebut terhadap hasil audit. Dalam melaksanakan prosedur audit guna meneliti tindakan melawan hukum, auditor harus menerapkan kecermatan profesi dan kewaspadaannya sedemikian rupa sehingga tidak menghambat penyidikan atau proses peradilan di masa mendatang. Penerapan kecermatan profesi meliputi konsultasi dengan aparat hukum seperti kejaksaan atau kepolisian untuk menentukan prosedur audit yang harus dilakukan. Dengan demikian seharusnya auditor dalam melaksanakan setiap jenis audit harus mewaspadai kemungkinan terjadinya fraud
=oo0oo=

No comments: